Senin, 16 Oktober 2017

Max Verstehen


Entah kapan saya mulai menyadari bahwa cerita dibalik nama itu membuat semua menjadi skeptis. Jiwa muda yang serba penasaran tak ubahnya candu. Setiap kali muncul pasti menawar segala sesuatu. Terlepas dari segala hal abstraksi di luar sana, di dalam pikiranku selalu muncul imaginasi masa lalu.
Memori kolektif yang muncul selalu memberi kesan tersendiri. Terutama kisah heroik dan romansa yang memang bagi saya yang berjiwa muda masih menjadi konsumsi. Terbayang akan alurnya, aktornya, serta hal-hal remeh lainnya.
Mendapati semua masa memiliki hal uniknya membuat berbeda antara generasi satu dengan lainnya. Ada hal unik yang menjadi ciri khas mulai dari budaya hingga persoalan sikap menghadapi suatu peristiwa.
Max Verstehen adalah jawaban dari segala hiruk pikuk dunia modern ini. Max lahir dari sebuah renungan panjang tentang era millennial yang memiliki jiwa zamannya sendiri. Keresahan anak muda dan harapan untuk masa depan memunculkan gagasan yang nakal namun masih dalam koriodor.
Sebagai bentuk aktualisasi nilai-nilai keistimewaan dari era millennial ini. Max diharapkan dapat membawa angin segar bagi pemburu literatur-literatur populer yang haus akan siraman duniawi. Dengan gagasan yang penting dari Max Verstehen, generasi milenial sebagai stack holder memiliki wadah agar inspirasi dan realita terhubung nyata.
Max Verstehen secara etimologi berasal dari dua suku kata, yaitu “Max” berati maksimal dan “ Verstehen” pemahaman. Secara terminologis Max Webber dalam konsep penelitian kualitatifnya memperkenalkan Verstehen sebagai suatu metode dalam memahai segala sesuatu terutama objek suatu kajian.
Namun, bukan defines dari Webber yang saya ambil sebagai dasar pemikiran terhadap nama Max Verstehen ini. Walaupun demikian dengan begitu memudahkan saya untuk lebih tahu akan seberapa jauh filosofi dari nama tersebut. Jikalau diterjemahkan secara harfiah akan menjadi Pemahaman secara maksimal.

Tetapi bukan itu sebetulnya makna konotatif yang saya harapkan. William Shakespear mengatakan”apalah arti sebuah nama”. Penting kah sebuah nama ?, apa yang akan dihasilkan oleh nama ?. Saya pikir nama adalah identitas, tanda pengenal bagi diri kepada orang lain. Dimana besar kemungkinan setiap orang akan mengingat sebuah nama dibandingkan konsep ataupu teori. 

The Killing Act of Satanis


Film horror thriller yang menyita perhatian para penggemar film genre horror tahun 2017 ini “Annabelle : Creation akhirnya tayang pada september lalu. Film ini merupakan prekuel dari film “The Conjuring” dan “Annabelle”. Film yang sangat menarik mengkisahkan pembuatan boneka yang ternyata dirasuki oleh iblis akibat perjanjian antara setan dengan tokoh orang tua dalam film.
Pada akhir cerita Janice yang merupakan tokoh sentral yang dirasuki oleh iblis dalam film tersebut menghilang. Kemudia pada scene selanjutnya digambarkan akan diadopsi oleh sebuah keluarga dengan nama baru yaitu Annabelle. Pada akhir film Annabelle bersama pacarnya yang sama-sama merupakan anggota sekte penyembah setan  membunuh kedua orang tua angkatnya  dengan cara yang sadis sebelum akhirnya bunuh diri.

Richardo aka Ricky Kasso
Ternyata kisah pembunuhan yang berdasar pada spirit satanisme tidak hanya terjadi pada skenario film. Di dunia nyata kejadian yang hampir sama pernah terjadi dan menggemparkan dunia. Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ricky  Kasso, Rodrigo Orias Gallardo, atau kisah ritual satan Band Metal Hatred meurpakan segelintir kasus pembunuhan yang dianggap bagian dari ritual satan.
Pada tahun 1984 Ricky  Kasso, seorang anak berumur 17 tahun dengan sadis membunuh temannya Gary Lauwers di sebuah hutan pedesaan di Northpord Long Island, New York. Hasil saduran dari laman http://www.nytimes.com/1984/07/08/nyregion/youth-found-hanged-in-li-cell-after-his-arrest-in-ritual-killing.html?pagewanted=all menjelaskan kronologis kejadian pembunuhan. Dimulai ketika Kasso dan Gary sedang berada di sebuah Pesta, Kasso kehilangan obat-obatan terlarang miliknya dan menuduh Gary telah mengambil obat-obatan tersebut.

Kasso kemudian berniat membalaskan dendam kepada Gary dengan mengajak Gary ke sebuah hutan pedesaan di Northpord Long Island, New York. Disana Gary dibunuh dan dimutilasi oleh Kasso kemudian untuk menghilangkan jejak, pakaian Gary dibakar kemudian jasadnya dikubur.
Periwtia ini terbongkar karena adanya laporan hilangnya Gary Lauwers oleh orang tuanya. Kemudian polisi mencurigai Ricky  yang merupakan orang yang terakhir bersama dengan Gary. Polisis pun menemukan jasad Gary di Northpord. Ricky Kasso pun ditangkap karena dituduh melakukan pembunuhan keji tersebut. Menurut beberapa artikel saat Ricky hendak membunuh Gary, ia mengatakan “Say you Love Satan” tapi Gary mengatakan “I love my mom” dan dia pun mati.
Berbeda dengan kasus Ricky Kasso, Rodrigo Orias Gallardo yang dikenal sebagai seorang penggila musik metal merupakan pemuja setan. Kegilaannya terhadap satan terlihat dari tato pentagram dilengan kirinya serta aksesoris berbau satan lain yang selalu dipakainya. Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Gallardo terhadap seoarang pendeta bernama Faustino Gazziero pada tahun 2004 di Chile sempat menggemparkan dunia. Setelah membunuh Gallardo dan melakukan ritual satan dengan merasakan darah dari korban dia kemudian bunuh diri. Jika dianalisa pembunuhan tersebut bisa jadi dilatar belakangi karena kebencian satan terhadap gereja yang dianggap menghambat ritual pennyembah satan yang jelas bertentangan dengan dogma agama manapun.  

Hasil gambar untuk satan murder
Ilustrasi Satan Band
Kasus yang tidak kalah sadis adalah pembunuhan dan penyiksaan terhadap seorang gadis  berumur 15 tahun bernama Elshey Pahler. Pembunuhan keji ini dilakukan oleh grup band metal Hatred. Jacob Delashmutt, Joseph Fiorella and Royce Caseyyan tergabung dalam grup band Hatred asal California, membuat suatu kejutan untuk mempopulerkan namanya. Caranya dengan melakukan ritual satan dengan membunuh dan menyiksa Elshey Pahler. 

Kejadian mengerikan tahun 1995 di California ini mengguncang Negara bagian di barat Amerika Serikat tersebut. Kegilaan yang dilakukan grup band Hatred memang menjadikan nama mereka popular namun untuk membayar kejahatan yang mereka lakukan otoritas setempat menangkap mereka dengan dakwaan pembunuhan berencana terhadap anak dibawah umur.

Pembunuhan yang dilakukan atas dasar pemujaan terhadap satan pada dasarnya memantik diskursus panjang mengenai satanisme itu sendiri. Di dunia underground sana pengikut satan ternyata banyak, disekitar kita tidak jarang simbo-simbol satan seperti pentagram, angka 666, atau kepala kambing dianggap sebagai upaya peng-eksistensian satanisme muncul dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Hal tersebut tanpa disadari oleh anak muda sebagai trend yang harus diikuti terutama pada kelompok penyuka aliran musik hardcore, metal, heavy metal, dan metal satanic. Padahal simbol yang mereka konsumsi dalam bentuk pakaian dan aksesoris merupakan label yang menunjukan antusiasme terhadap  satan. Seperti halnya lambang palu arit yang disimbolkan sebagai lambang PKI yang dibenci oleh kebanyakan masyarakat. 

Jumat, 29 September 2017

Kritik Sumber Sejarah Visual

Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin berkembang jauh memunculkan berbagai macam inovasi. Arus globalisasi yang cepat turut pula mengantar teknologi hingga ke genggaman kita. Seolah-olah kita dapat menjelajahi seluruh pelosok dunia hanya bermodalkan sebuah telepon pintar yang keberadaannya menjamur di masyarakat.

Budaya digital yang digandrungi masyarakat modern kini memunculkan sebuah pertanyaan besar mengenai esksitensi budaya konvensional seperti membaca buku, koran, majalah, dll. Terlebih dengan semakin besarnya dorongan untuk efisensi penggunaan kertas sehingga meminimalisir terjadinya perubahan global menjadi faktor pendorong era digital berkembang begitu pesat. Kondisi ini kemudian sekarang disebut sebagai paperless culture atau budaya nirkertas.

Menurut Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra sebagai seorang sejarawan melihat era digital sekarang merupakan sebuah tantangan dari kemajuan dunia modern. Kemudian beliau juga menyempilkan pertanyaan “bagaimana sejarawan mampu memanfaatkan dunia sebelah sebagai ajang unjuk gigi Sejarawan ?”.  Hal tersebut merupakan tantangan yang relevan karena jika dilihat memang dunia sejarah konvensional sekarang terancam,  apa lagi slogan paperless culture yang lahir akibat dari berkurangnya populasi pohon dan menybabkan perubahan iklim.

Charles-Victor Langois dan Charles Seignobos dari Universitas Sorbonne, Paris, mengatakan bahwa, “The historian works with documents…There is non substitute for documents: no documents, no history”. Dari pernyataan tersebut saja bisa dengan jelas memunculkan wacana jika sejarawan tidak mampu berenang dalam arus globalisasi maka niscaya ilmu sejarah dan sejarawan akan menuju gerbang kematian. 

Sangat sulit memang jika kita melihat bahwa dokumen dalam media kertas sudah ada sejak ribuan tahun. Dan tentu saja jumlah dokumen yang ada berjuta-juta jumlahnya dengan berbagai usia. Hal ini menjadi sebuah diskursus hingga sekarang tentang bagaimana menyelamatkan aset berharga tersebut. Tentu saja memerlukan waktu yang lama jika harus melakukan digitalisasi dokumen sejarah, apalagi dokumen yang berusia ratusan tahun.

Adapun dalam proses rekonstruksi sejarah, banyak sejarawan menganggap dokumen dalam media kertas atau disebut sebagai sumber tertulis ini sangat vital perannya. Pandangan sejarawan tersebut bertahan dari abad ke – 19 hingga awal abad ke – 20. [1]Dengan kata lain sumber tertulis adalah sumber utama dalam penulisan sejarah. Kemudian muncul pertanyaan, jika melihat perkembangan zaman apa tidak ada sumber kredibel lain yang bisa digunakan sebagai sumber sejarah.

Paradigma tersebut, sebetulnya sudah terbantahkan oleh karya Thucydides The Pelloponesian War yang menggunakan sumber lisan sebagai sumber utamanya. Namun, karena teknologi yang belum semaju sekarang Thucydides hanya menggunakan sebuah stenograf yang dianggap oleh sejarawan tidak dapat diukur kebenarannya. Setelah fonograf ditemukan dan banyak dipakai pada abad ke -20, sumber lisan pun memiliki tempatnya sendiri dalam kajian ilmu sejarah. Namun, sayang sumber lisan belum cukup untuk merekonstruksi sebuah sejarah secara utuh, perlu koroborasi agar sebuah peristiwa dapat direkonstruksi.

Dengan berkembangnya teknologi belakangan ini dan wacana paperless culture yang semakin ramai, bukan tidak mungkin sumber lisan akan menggeser sumber tertulis sebagai sumber sejarah utama. Dimana jika melihat sumber visual pun akan sama pentingnya sebagai sumber sejarah.

Gilbert J. Garraghan (1957), secara implisit mengatakan bahwa di samping oral sources dan written sources, klasifikasi lain yang merupakan sumber sejarah resmi adalah picture (pictorial) atau figure (figured). Menurut Garaghan, transmisi data sejarah melalui gambar dapat terjadi melalu beberapa cara, seperti, monumental transmission. ornamental transmission, graphic transmission, photographic transmission, dan phonographic transmission.[2]Implementasi sumber visual dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Patung pancoran atau petung dirgantara misalnya, merupakan sebuah tinggalan sejarah dari orde lama yang tentu saja menjadi saksi dinamika kota Jakarta.

Secara umum, sumber visual, memiliki dua pengertian besar. Dalam arti luas sumber visual mencakup semua sumber sejarah, baik sumber tertulis, sumber lisan, maupun sumber benda, atau sejalan dengan pengertian visual menurut Barnard (1998: 11-18), yakni, ”everything that can be seen” ( Dienaputra, 2010 ) . Dalam pengertian sempit, sumber visual hanya mencakup sumber-sumber berbentuk gambar, baik bergerak maupun tidak bergerak, seperti foto, lukisan, ukiran, dan film.[3]
Dalam kaitannya dengan tulisan ini, sumber visual tentu saja perlu diverifikasi agar dapat menjadi sebuah sumber sejarah. Seperti pada perekonstruksian sejarah lainnya, sumber visual juga menempuh proses yang sama. Dimulai dengan tahap heuristik, dimana sumber visual dapat didapatkan mudah dari berbagai pusat informasi atau bermacam-macam media  terutama internet. Banyak kanal-kanal berita maupun foto yang dapat menjadi rujukan seperti, kanal foto www.nationalgeographic.com/.

Dalam tahapan kritik, dilakukan verifikasi terhadap sumber yang diperoleh. Untuk memperkuat verifikasi, baik gambar bergerak maupun tidak bergerak, seringkali diperlukan bantuan ilmu lain untuk mengetahui otentisitas dan kredibilitas sumber, baik untuk sumber yang diperoleh melalui pengumpulan data secara konvensional maupun nonkonvensional. Pendekatan ilmu komunikasi dan filologi Tahapan rekonstruksi sejarah seni berkonstruk sejarah visual.

Untuk mempermudah dalam verifikasi sumber visual, sejarawan dapat mencari sumber yang sudah memiliki identitas baik itu caption maupun tanggal publikasi, pengambilan gambar, maupun subjek yang mengambil gambar. Dalam sebuah pameran foto, museum, perpustakaan, atau pusat informasi lain biasanya sudah memiliki tag identifikasi gambar.
PHOTOGRAPH BY EDUARDO TEIXEIRA DE SOUSA, NATIONAL GEOGRAPHIC YOUR SHOT


Diatas merupakan contoh dari hasil heuristik sumber visual yang disadur dari laman web [4]. Dalam Gambar tersebut Identitas pengambil gambar sudah jelas terpampang, kemudian tanggal publikasi dan caption foto juga sudah tersedia. Namun untuk menjadikan gambar ini sebagai sumber sejarah masih  perlu dilakukan koroborasi agar mampu berbicara baik sumber lisan maupun tertulis. Contoh selanjutnya adalah patung dirgantara atau acap kali disbeu sebagai patung pancoran yang merupakan tinggalan dari masa orde lama. Patung tersebut dapat berbicara banyak tentang perubahan sosial yang terjadi di Jakarta.  Dengan tentu saja perlu bantuan dukungan dari sumber lain dan juga teori dan konsep ilmu sosial lain seperti semantik, sosiologi, atau pun komunikasi.

Dengan demikian sejarah visual dapat menjadi arah metode rekonstruksi baru bagi sejarah. Tentu saja perlu pengembangan dan perhatian khusus sejarawan untuk mengembangkan metode penelitian sejarah visual. Untuk itu perlu kiranya untuk menggaet sejarawan muda yang memiliki ketertarikan tinggi dalam memproyeksikan sejarah dalam bingkai sejarah visual kedepan agar mampu menunjukan eksistensinya dalam ranah ilmu pengetahuan dan juga sebagi hiburan yang mampu mengimbangi arus modern.
Sumber
Dienaputra, Reiza D. 2006. Sejarah Lisan : Konsep dan Metode. Bandung : Penerbit
                                            Minoor books
Gottschalk, Luis. 2008. Mengerti Sejarah. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Lubis, Nina H. 2008. Metode Sejarah. Bandung : YMSI cabang Jawa Barat
Internet :




[1] Ibid, Hal 2
[2] Ibid, Hal 3
[3] http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03/the_visual_culture_in_general_election.pdf
[4] http://www.nationalgeographic.com/photography/photo-oftheday/2017/09/portugal-lighthouse-wave/

Selasa, 05 September 2017

Book Review : Dari Carnegie "Petunjuk Menikmati Hidup dan Pekerjaan"

Assalamualaikum Wr.Wb

Sudah lama semenjak terakhir kali posting di Blog tercinta ini, sibuk di dunia nyata dan hambatan dari rasa malas untuk menulis membuat aktifitas menulis baik di Blog maupun karya prosa pada akhirnya mandeg.
Namun asupan nutrisi dari buku bacaan, majalah, dan media online tetap lancar. Tulisan saya pun tergiring oleh isu-isu aktual yang tiap hari mungkin berubah trend-nya. Membuat otak harus lebih kritis dalam mencerna peristiwa-peristiwa terkini yang sedang banyak dibicarakan orang.
Disela-sela membuat opini terhadap beberapa peristiwa, kadang saya bosan dengan segala hal yang berbau politik. Sehingga saya memalingkan sementara untuk membaca dan mencerna buku-buku motivasi dan teknik kepemimpinan. Seminggu terakhir saya banyak menghabiskan waktu untuk membaca buku Dale Carnegie yang berjudul “Petunjuk Menikmati Hidup dan Pekerjaan”.
Pertama-tama saya perkenalkan dulu siapa itu Dale Carnegie, lahir pada tahun 1888 di Maryville, Missouri. Carnegie adalah seorang anak petani biasa yang merupakan putra kedua dari pasangan James William Carnagey dan Amanda Elizabeth Harbison. Masa mudanya banyak dihabiskan membantu orang tuanya di peternakan. Ia bersekolah di State Teacher's College di Warrensburg. Pekerjaannya setelah selesai sekolah adalah memberikan kursus korespondensi kepada para peternak, lalu menjual bacon, sabun dan lemak babi kepada Armour & Company. Ia sangat sukes melakukan penjualan di wilayah Omaha Selatan di Nebraska.
Hasil gambar untuk dale carnegie
Dale Carnegie
Foto dari baybusinesshelp.com/wp-content/uploads/2015/05/Dale-Carnegie-GQ-12May14_rex_b.jpg
Setelah menabung $500, Carnegie berhenti berjualan pada tahun 1911 guna mengejar impiannya untuk menjadi pengajar di Chautauqua. Namun  ia malah masuk ke American Academy of Dramatic Arts di New York. Kariernya sebagai aktor tidak begitu sukses. Salah satu perannya adalah menjadi Dr. Hartley dalam pertunjukkan Polly of the Circus. Ketika produksi berakhir, ia menjadi pengangguran dan hampir bangkrut. Pada saat kondisi ekonominya menyutur ia mendapatkan ide untuk mengajarkan public speaking. Ia meyakinkan manajer "Y" agar mengizinkannya mengajar sebuah kelas dengan pengembalian profit 80%. Dalam sesi pertamanya, ia kehabisan materi. Namun ia tidak kehabisan akal, ia meminta murid-murid di kelasnya "menceritakan sesuatu hal yang membuat mereka bisa marah", dan menemukan bahwa teknik itu membuat mereka tidak takut lagi untuk berbicara di depan orang banyak. Dari debut tahun 1912 ini, dibentuklah Dale Carnegie Course. Carnegie telah meningkatkan hasrat orang Amerika untuk memiliki kepercayaan diri, dan pada tahun 1914, ia telah menghasilkan keuntungan $500 - sekitar $10,000 untuk ukuran saat ini- per minggunya.

Namun, pencapaiannya yang paling luar biasa saat Penerbit Simon & Schuster menerbitkan buku Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain. Dari debutnya pada tahun 1937, dalam beberapa bulan kemudian telah mencapai cetakan yang ke-17. Setelah wafatnya Carnegie pun, buku tersebut telah mencapai penjualan 5 juta kopi dan diterjemahkan ke dalam 31 bahasa. Lalu Dale Carnegie Institute yang didirikannya telah menghasilkan 450.000 orang lulusan. Ia tercatat telah memberikan sebanyak 150 ribu pidato dalam partisipasinya di berbagai program pendidikan. Pada masa perang dunia I, ia bergabung dalam militer AS.
Carnegie meninggal di Forest Hills, New York, pada tanggal 1 November 1955, dan dimakamkan di Belton, Cass County, Missouri. Biografi resmi dari Dale Carnegie & Associates, Inc. menyebutkan bahwa ia menderita penyakit Dodgkin.
Dengan kepiawaiannya dalam public speaking, menjadi hal yang menyenangkan untuk membuat suatu konsep dini yang mudah tentang bagaimana memotivasi orang. Dalam buku yang saya baca ada banyak hal yang luar biasa. Sehingga mampu merubah consensus diri anda kedalam pemikiran yang diungkapkan oleh Carnegie. Sumber referensi yang ada merupakan bagian dari studi pustaka dan juga pengalaman Carnegie serta orang-orang yang pernah berkonsultasi padanya.
Carnegie membagi isi bukunya menjadi empat bagian. Pada bagian pertama buku nya, Canegie mengungkap tujuh cara memperoleh kedamaian dan kebahgiaan, bagian kedua berisi teknik-teknik dasar dalam menghadapi orang, bagian ketiga berisikan cara menarik kawan pada cara berpikir anda, dan pada bagian terakhir ia mengungkapkan bagaimana cara mengubah orang tanpa menimbulkan perlawanan dan sakit hati.

Dalam artikel berikutnya, saya akan mengulas hal-hal yang penting dalam buku Carnegie. Bagian-bagian yang ada memiliki beberapa hal yang hambar jika dilewatkan.  

Minggu, 23 Juli 2017

Sebuah antologi puisi : Musyawarah diantara dua pemikiran

Selepas malam yang bagiku merupakan titik mengacaukan perasaan terutama cinta. Membuat pagi ketika aku terbangun masih lesu dan melihat chat yang masuk dari seseorang terasa hambar. Didalam pikiranku terjadi pertentangan yang hebat antara pihak yang masih ingin bermusuhan dan pihak yang menginginkan perdamaian. Kedua pihak saling tarik menarik, hingga menyebabkan pagi ini aku merasa lesu dan pusing tidak terkira.
Setelah berdiam cukup lama dan berpikir tentang suatu hal yang aku rasa adalah solusi terbaik. Aku tertarik untuk berdamai, dimana sisi ini mampu membuat suatu usaha yang lebih keras dengan memanggil roman-roman dan kisah nostalgia yang membuat lidahku kelu sehingga tak mampu mengatakan apa-apa. Seraya mereka berkata dengan syair-syair dari kahlil gibran, sayup-sayup terdengar seperti ini :

Bagai di ufuk ketidak nyamanan
Disatu sisi diriku memaki-maki pikiran
Menyalahkan segala hal yang menjadi hambatan
Sehingga mereduksi besarnya perasaan

Tak jemu kah malam kau buat begitu kelu
Membutakan mata hati pikiran dan jiwa agar tetap tegak
Mencungkil sisi romatis dalam pikir dan khayalmu
Dan menyederhanakan rasa hingga menjadi retak

Disisi ini kamu masih berdiam
Dengan sejuta romansa dan nostalgia yang telah kami berikan
Mengubur kegalauan ketika malam
Dan menutrisi rasa yang telah pesakitan

Kembali lah pada hakikatnya cinta mu
Dimana yakin dan rindu disatu padankan menjadi satu
Menjadi upaya untuk mebiaskan rasa ragu
Dan menyingkirkan kelemahan dari cinta mu

                       
“ Ketika rasa menjadi biasa, maka nostalgia yang mengembalikannya. Ketika rasa menjadi luar biasa, maka kesal yang mereduksinya” Anbu, 23 Juli 2017 

Rabu, 19 Juli 2017

Jendela



Coba lihat jendela
Tetesan air hujan jatuh seperti biasanya
Angin berhembus meniup ujung kepala
Hingga dingin menusuk sukma
           
Masih menatap jendela
Ketika hujan mereda diujung senja
Mata dijajarkan hamparan awan menggulung indah
Hingga memaksa mata menatap lama

Sekarang tutup lah jendela
Manakala senja berganti bulan purnama
Hembusan angin malam kian menyapu raga
Hingga membuat berdiri bulu roma

Lalu tinggalkan lah jendela
Dimana seperempat jam waktu kau habiskan dengannya
Menatap kemegahan semesta
Hingga kau enggan untuk meninggalkannya

"Lain dari biasanya sebuah kata menjadi aksioma yang janggal, terkadang muncul tiba-tiba mengalir dari ujung kaki hingga kepala" - Kang Anbu, 2017

Senin, 17 Juli 2017

Taman Baca Panggung Inspirasi Sebuah Alasan Membentuk Pondasi

Berdasarkan penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) 2012, Indonesia ada di peringkat 60 dengan skor 396 dari total 65 peserta negara untuk kategori membaca. Sementara skor rata-rata internasional yang ditetapkan PISA adalah 500 ( www.sindonews.com ). 


Peringkat ke-lima dari belakang, sebagai orang Indonesia saya mengamini hasil penelitian tersebut dan merasa memang tingkat budaya literasi bangsa kita masih lemah. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura saja pasti masih kalah jauh. Apalagi jika dibandingkan dengan Finlandia, Jerman, atau Australia sekalipun. Rendahnya budaya literasi di Indonesia berkaitan dengan minat baca dan kemampuan dalam menulis. Meskipun dari tahun ketahun angka buta huruf sudah semakin kecil, namun kebiasaan untuk membca dan menulis belum menjadi sebuah kegandrungan. 
Saya menyadari sendiri, bahwa saya hanya rajin membaca namun mandek dalam menulis. Permasalahan yang mendera saya pada saat itu adalah kurangnya motivasi dan wahana untuk mengembangkan diri dalam menulis. Berbeda ketika saya menginjak dunia kampus, dimana budaya literasi tumbuh sedikit demi sedikit karena faktor lingkungan yang memaksa kita untuk melakukan hal tersebut. Hasilnya adalah saya sudah rajin menulis baik itu prosa, opini, resensi, ataupun karya tulis ilmiah. Jadi, proses pemaksaan diri untuk membaca dan menulis ini didorong pula oleh lingkungan. 
Sementara itu, dalam budaya masyarakat kita terutama di daerah, kebiasaan untuk membaca dan menulis sangat rendah. Hal ini di latar belakangi karena lingkungan yang tidak mendukung untuk melakukan hal tersebut. Dimana ada hal lain yang lebih dipilih ketimbang harus berurusan dengan pena dan kertas. Contohnya di tempat yang menjadi latar belakang dibukanya TBM Panggung Inspirasi, Desa Cangkudu Kec.Balaraja. Meskipun daerah nya merupakan areal industri yang secara ekonomis memiliki dampak besar dalam pembangunan perekonomian wilayah setempat ternyata tidak serta mertas menjadi pilar pendukung kemajuan dalam pendidikan utamanya peningkatan budaya baca tulis. 
Program perpustakaan keliling yang mulai diterapkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah juga tidak mampu untuk mendorong minat baca tulis masyarakat. Kepedulian pemerintah sebetulnya sudah lama termanifestasi dalam beberapa kebijakan tepat guna. Namun sayangnya infrastruktur dan suprastruktur belum memadai sehingga kebijikan yang digulirkan bak gayung tidak bersambut. 
Sudah banyak kiranya Taman Baca Masyrakat yang dibangun dengan impian dan cita-cita meningkatkan kemapanan masyarakat dengan merangsang minat baca masyarakat. Sayangnya masyarakat kita khususnya masyarakat Balaraja cenderung masih berorientasi pada ekonomi praktis bukan ekonomi pembangunan yang dasarnya harus jelas dan matang. 
Namunm sebuah upaya inisiasi dalam membentuk karakter generasi muda dan pengaktualisasian budaya membaca harus selalu dibangkitkan walaupun dampaknya belum signifikan, Bayangkan jika di sebuah kelurahan atau desa terdapat 10 perpustakaan atau taman baca, setidaknya 10 persen dari masyarakat akan mendatangi tempat tersebut. Meskipun tidak semua kalangan akan datang namun anak-anak hingga remaja yang banyak memiliki waktu luang pasti akan berbondong-bondong untuk datang, apalagi ada kegiatan secara berkala yang dilakukan untuk menarik minat baca masyarakat.
Hal inilah yang mendorong didirikannya Taman Baca Panggung Inspirasi. Dimana pondasinya berada pada keyakinan bahwa masyarakat harus memiliki wahana untuk membaca, tempat yang layak untuk belajar, dan juga buku untuk menutrisi isi kepala.


"Siapapun yang terhibur dengan buku-buku, kebahagiaan tak akan sirna dari dirinya.” 

Minggu, 16 Juli 2017

Komodifikasi Program Pendidikan Karakter dalam Sapta Usaha Tama Era Orde Lama untuk Menghadapi Tren Budaya Global Masa Kini

Masih hangat beberapa kasus di tahun 2017 yang melibatkan pelajar baik dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari mulai permasalahan penyalahgunaan narkoba, tindak asusila, kekerasan, merebaknya pornografi, hingga aksi bullying dan persekusi terhadap pelajar. Hal-hal tersebut merupakan imbas dari gelombang globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi sehingga masyarakat khususnya pelajar dapat mengakses segala sesuatu hanya lewat sentuhan jari.
Tren yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Negara masuk dan merusak mental generasi millennium. Dari gaya berbicara, berbusana, hingaa berbahasa setiap kali tren baru muncul nampaknya anak-anak di negara ini selalu up to date. Bagus jika hal tersebut merupakan tren positif,  namun sayangnya kebanyakan tren tersebut bersebrangan dengan nilai kearifan lokal.
Hasil gambar untuk kesejahteraan petani
Penulis ambil contoh tren ber tanda pagar “challenges” yang kerap kali muncul dan kebanyakan berasal dari barat. Di beberapa challanges yang pernah muncul dan viral di dunia maya memang membuat tren positif namun tidak sedikit pula yang membawa stigma negatif. Contohnya tanda pagar naik turun challenges, ketika kita melihat dari sisi budaya hal ini berkaitan dengan budaya pop yang ada di Indonesia yaitu musik dan tari-tarian. Namun di satu sisi dalam beberapa unggahan yang pernah penulis lihat banyak sekali yang menabrak nila-nilai moral dan cenderung menjurus pada pornoaksi.
Hal ini membuat penulis khawatir tentang masa depan generasi millennium yang notabene adalah generasi penerus tongkat estafet kepemimpianan bangsa. Mahatma Gandhi pernah memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “pendidikan tanpa karakter”.  Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Kecerdasan plus karakter itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya”. Semantara itu Bapak Pendidikan Nasional kita Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa tujuan pendidikan bangsa harus berpilar kepada Cipta, Rasa dan Karsa.
Pendidikan karakter merupakan suatu entitas yang luar biasa berpengaruh untuk perkembangan seseorang. Pengalaman penulis sejak SD hingga SMA selalu dicekoki oleh nilai-nilai yang berasal dari Ideologi Negara dan norma-norma dalam masyarakat. Hal tersebut membuat penulis kebal dengan tren-tren masa kini yang terkadang membuat khawatir para orang tua. Pun begitu juga dengan para orang tua yang mendapat pendidikan pada era orde baru ataupun orde lama sepertinya kebal dengan tren-tren masa kini.
Pada era Orde lama muncul sistem pendidikan yang dinamakan Sapta Panca Utama. Sistem pendidikan ini dalam beberapa poin masih diimplementasikan oleh masyarakat luas contohnya adalah upacara bendera dan peringatan hari penting nasional. Namun sayangnya dalam beberapa poin penting seperti usaha pencerdasan masayrakat lewat ilmu terapan dan pendidikan karakter dalam program kelas masyrakat belum konsisten sehingga poin tersebut gagal.
Dengan mengedepankan masalah pendidikan karakter pelajar, komodifikasi terhadap program pendidikan karakter Sapta Usaha Tama yang bisa dilakukan terutama untuk menghadap tren budaya masa kini tentunya adalah dengan merevitalisasi peran Idelogi Negara dalam kurrikulum pendidikan . Hal ini bisa ditambah dengan memperbanyak kegiatan wajib bertemakan kebangsaan dan pembentukan karakter. Untuk monitoring perlu juga diadakan seringnya kelas konseling dan mentoring sehingga kontrol terhadap mental dan moral pelajar bisa dipantau.

Dan pada akhirnya setiap usaha yang coba diperbuat untuk memajukan pendidikan adalah suatu hal  yang wajib dilakukan. Tidak peduli sesulit apa dan semahal apapun caranya, demi kemjuan pendidikan bangsa Indonesia penulis yakini segala hambatan adalah nyata untuk ditaklukan. Semoga bangsa kita semakin kreatif dan inovatif dalam memajukan pendidikan dan tentu saja tetap berpilar pada Cipta, Rasa dan Karsa.

Spirit Eru Tjokro Putri Soekarno


     Indonesia merupakan Negara dengan banyak suku dan budaya. Keanekaragaman yang ada merupakan manifestasi dari kepercayaan terhadap adat, agama, dan tradisi. Kepercayaan terhadap roh nenek moyang ( dinamisme ) dan benda-benda lain ( animisme/totemisme ) merupakan produk budaya yang telah ada sebelum masuknya Hindu-Budha, Islam, maupun Kristen.
        Local Genius merupakan faktor penting muncul dan berkembangnya sebuah kebudayaan. Secara universal kebudayaan memiliki tujuh  unsur, yang terdiri atas sistem religi, sisten organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem ekonomi, dan sistem teknologi ( Koentjaraningrat, 1974 :12 ). Perilaku masyarakat lokal akan mempengaruhi setiap produk budaya yang dihasilkan, contoh suku Jawa dan Minang memiliki hukum adat pernikahan yang berbeda meskipun memiliki kepercayaan yang sama terhadap agama islam.
      Perilaku budaya masyarakat di Indonesia umumnya fleksibel, akulturasi budaya asing dengan lokal adalah salah satu contohnya. Dalam hal kepercayaan terjadi sinkretisasi antara budaya asing dan lokal. Kepercayaan terhadap dewa-dewa pada masa kerajaan Hindu-Budha yang diselaraskan dengan lokal genius yang ada merupakan wujud sinkretisasi antara kepercayaan lokal dan asing.  
        Bagitu pula dengan fenomena kepercayaan terhadap ratu adil, dimana fenomena ini tidak hanya ada dan berkembang di masyarakat Indonesia terutama etnis Jawa. Michael Adas dalam ( Muchlisin, Damarhuda, 1999 : 132 ) pernah melakukan penelitian terhadap fenomena ratu adil dibeberapa Negara  seperti Selandia Baru, India, Afrika, Jerman, dan Burma. Secara universal dalam beberapa komunitas agama besar seperti islam dan kristen juga muncul kepercayaan terhadap ratu adil. Komunitas islam percaya bahwa pada akhir zaman akan muncul Imam Mahdi sedangkan pada komunitas kristen percaya pada kelahiran kembali Isa Al-Masih.
       Fenomena ratu adil ini sering kali muncul ketika kondisi buruk, seperti saat perang, depresi ekonomi, kerusuhan, dll. Buruknya kondisi mengakibatkan masyarakat menderita dan membutuhkan sosok yang mengerti akan penderitaan mereka. Keadaan masyarakat yang tidak kondusif sering kali melahirkan berbagai fenomena. Dalam budaya Jawa fenomena kedatangan ratu adil merupakan fenomena yang sering muncul ketika masa sulit atau kacau sedang terjadi.
Munculnya sosok ketika masa kacau selalu diidentikan dengan ratu adil. Dimasa pergerakan nasional muncul sosok yang dianggap sebagai ratu adil, seperti H.O.S Tjokroaminoto, R.A Kartini, Tan Malaka, dll. Pada masa pendudukan Jepang hingga masa Revolusi Kemerdekaan muncul nama Soekarno dan Hatta, K.H Dewantara, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dll.

Prostitusi di Kota Seribu Industri


            Prostitusi secara istilah merupakan usaha pelacuran atau pelayanan seks. Prostitusi atau pelacuran itu sendiri sudah ada sejak masa Kolonial. Praktik prostitusi pada masa VOC atau Hindia Belanda dilatar belakangi kebutuhan orang-orang eropa yang awalnya tidak membawa istri-istri mereka, sehingga butuh pelampiasan birahi sehingga memilih untuk mengawini wanita pribumi baik untuk dijadikan sebagai istri atau hanya sebatas gundik. Praktik prostitusi ini tersebar di daerah pantai utara khususnya kota-kota penting seperti Batavia, Semarang sampai Surabaya. Bisnis ini didukung oleh pemerintah kolonial. Sisa-sisa masa lalu masih ada hingga era modern sekarang ini, walaupun tempat semacam Dolly, Saritem, Kramat Tunggak, dll. sudah digusur dan dibangun fasilitas lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat namun masih ada praktik prostitusi yang berlangsung meski terselubung.   
            Prostitusi atau pelacuran merupakan penyakit masyarakat,  tidak mudah untuk memusnahkan praktik tersebut dari kehidupan masyarakat. Banyak faktor pendukung terjadinya prostitusi mulai dari faktor ekonomi, sosial, maupun psikologi dari penjaja dan juga peminat prostitusi. Ada juga orang yang beralasan karena untuk menghindari atau melampiaskan emosi sehingga seseorang yang mengalami masalah merasa ingin melakukan segala sesuatu sesuai kehendak hatinya sebagai luapan emosi atau hanya sekedar ingin memuaskan dirinya. 
       Faktor lingkungan, disini lingkungan memegang andil sangat penting dalam pembentukan kepribadian seseorang, walaupun keluarga merupakan faktor pembentuk kepribadian yang utama tetapi tidak menutup kemungkinan lingkungan juga bertindak dalam pembentukan kepribadian seseorang, Selain itu juga ada factor pengaruh ekonomi dimana seorang yang berprostitusi merasa bahwa hanya itu yang bisa dilakukan untuk menyambung hidup.
            Tangerang yang merupakan daerah penyangga Ibukota mempunyai penyakit sama yang tidak bisa dihindari dari sisi gelapnya perkotaan yang merembet hingga daerah sekitar. Awal mulanya muncul lokalisasi di Tangerang karena dibubarkannya lokalisasi besar macam Kramat Tunggak, Gajah Mungkur, Saritem, dan Dolly. Kebanyakan dari pengusaha atau penjaja seks tersebut mencari daerah lain sebagai tempat membuat usaha baru terutama daerah kota besar. Tangerang yang notabene adalah daerah perindustrian pastinya menjadi daya tarik bagi para mucikari.
            Lokalisasi terbesar di Tangerang adalah lokalisasi dadap yang terletak di kecamatan kosambi, Kabupaten Tangerang. Lokalisasi ini merupakan tempat para penjaja cinta sejak tahun 80-an. Namun namanya melambung ketika tempat lokalisasi lain seperti dolly ditutup. Bahkan banyak dari pekerja seks yang pindah dari dolly ke dadap.
            Respon dari masyarakat terhadap lokalisasi ini juga mempengaruhi kelangsungan lokalisasi ini. Masyarakat sekitar cenderung biasa-biasa saja, ada juga yang menyewakan kamar untuk para penjaja seks. Namun demikian tidak sedikit yang protes dan menginginkan ditutupnya lokalisasi ini.
            Walaupun kecaman dari segala pihak terhadap prostitusi telah cukup untuk memberikan peringatan keras terhadap para pelaku prostitusi, namun nampaknya hal tersebut  direspon sedikitpun oleh para pelaku prostitusi , malah prostitusi semakin marak dan tidak mengenal kota ataupun desa. Sepertinya hal tersebut sudah tidak lagi tabu untuk dibicarakan. Bahkan permasalahan ini menjadi hal yang sangat mendapat perhatian khusus dimana penyakit HIV/ AIDS banyak menyerang masyarakat karena akibat dari prostitusi ini.

Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Pelacuran
            Berlangsungnya perubahan- perubahan sosial dan degredasi dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri dan mengakibatkan timbulnya disharmonisasi, konflik- konflik eksternal dan internal, juga organisasi dalam masyarakat.
            Peristiwa- peristiwa tersebut memudahkan individu menggunakan pola- pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah- tengah hiruk-pikuk alam pembangunan, khususnya di Indonesia.
            Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain sebagai berikut :
a.       Tidak adanya UU yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang- orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan.
b.      Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan.
c.      Komersialisasi dari seks, baik dari pihak wanita maupun germo- germo dan oknum- oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks.
d.       Merosotnya norma- norma susila dan keagamaan.
e.       Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.
f.       Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemah/ wanita untuk tujuan- tujuan komersil.
g.   Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya system harga berdasarkan hokum “jual dan permintaan”, yang diterapkan pula dalam relasi seks.
h.      Peperangan dan masa- masa kacau olem gerombolan- gerombolan pemberontakan di dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran.
i.        Adanya proyek- proyek pembangunan dan pembukaan daerah- daerah pertambangan dengan konsentrasi kaum pria, sehingga mengakibatkan adanya ketidakseimbangan rasio dan wanita didaerah- daerah tersebut.
j.        Perkembangan di kota- kota, daerah- daerah pelabuhan dan industry yang sangat cepat menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria.
k.      Bertemu macam- macam kebudayaan asing dan kebudayaan- kebudayaan setempat.1

Motif- motif yang Melatarbelakangi Pelacuran
            Mengingat latar belakang Tangerang yang mengarah ke Industri, banyak orang yang ingin mengambil keuntungan dari hal tersebut. Termasuk para panjaja seks, yang berduyun-duyun datang ke Tangerang untuk mencari rejeki lewat jalan malam yang tidak mereka sadari membawa pengaruh buruk. Para penjaja seks ini berasal dari banyak daerah diluar Tangerang terutama dari Jawa Timur.
            Setelah dolly ditutup banyak dari para PSK ini eksodus ke daerah lain hingga sampai ke lokalisasi dadap Tangerang. Lokalisasi dadap ini merupakan lokalisasi terbesar di Tangerang. Banyak mucikari, germo, dan PSK yang menjajakan seks. Warga sekitarpun ikut andil dengan menyewakan kost-kostan dan menjaga parker para pria hidung belang.
Hasil gambar untuk kesejahteraan petani            Dilihat dari motivasi para penjajaj dari luar kota adalah adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.   Ada nafsu- nafsu yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga mereka tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/ suami. Tekanan ekonomi, factor kemiskinan, ada pertimbangan- pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status social yang lebih baik.

Akibat- akibat Pelacuran
            Beberapa akibat yang di timbulkan oleh pelacuran ialah sebagai berikut :
1.      Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling banyak terdapat ialah syphilis dan gonorrhoe (kencing nanah).
2.      Merusak sendi- sendi kehidupan keluarga. Suami- suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga.
3.      Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak- anak muda remaja pada masa puber dan adolensi.
4.      Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan- bahan narkotika (ganja, morfin, heroin, dan lain-lain).
5.      Merusak sendi- sendi moral, susila, hokum dan agama.
6.      Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.
7.      Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual. 1

Solusi menghilangkan prostitusi
Prostitusi merupakan masalah yang sangat pelik, menyangkut kehidupan moral bangsa. Begitu gilanya manusia dalam memenuhi masalah individual mengakibatkanmunculnya hasrat seks yang sanagat jauh dari garis norma di masyarakat. Penyalahan norma ini cenderung terjadi karena berbagai macam motif dan aspek, dari mlai sosial hingga ekonomi.
Pemerintah dalam hal ini dinas sosial telah banyak melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah ini. Mulai dari memberi penyuluhan untuk para PSK, membuat lapangan kerja bagi PSK, samapi membubarkan lokalisasi tidak pernah terhenti praktik semacam ini. Lokalisasi yang terkenal seperti dolly, saritem, dan gajah mungkur telah hilang, namun bibitnya meneybar hingga lokalisasi dadap di Tangerang.
Seyogianya jika memang pemerintah ingin menghapuskan praktik-praktik tersebut maka harus ada undang-undang tentang larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran. Intensifikasi pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk menginsafkan kembali dan memperkuat iman terhadap nilai religius serta norma kesusilaan. Bagi anak puber dan remaja ditingkatkan kegiatan seperti olahraga dan rekreasi, agar mendapatkan kesibukan, sehingga mereka dapat menyalurkan kelebihan energi. Perluas lapangan kerja bagi kaum wanita disesuaikan dengan kodratnya dan bakatnya, serta memberikan gaji yang memadahi dan dapat untuk membiayai kebutuhan hidup.
Diadakan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga. Pembentukan team koordinasi yang terdiri dari beberapa instansi dan mengikutsertakan masyarakat lokal dalam rangka penanggulangan prostitusi.
Sedangkan usaha-usaha yang bersifat represif kuratif dengan tujuan untuk menekan, menghapus dan menindas, serta usaha penyembuhan para wanita tuna susila, untuk kemudian dibawa kejalan yang benar. Melakukan kontrol yang ketat terhadap kesehatan dan keamanan para pelacur dilokalisasi. Mengadakan rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka dapat dikembalikan sebagai anggota masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi dilakukan melalui pendidikan moral dan agama, latihan kerja, pendidikan ketrampilan dengan tujuan agar mereka menjadi kreatif dan produktif.
Pembinaan kepada para WTS sesuai dengan bakat minat masing-masing. Pemberian pengobatan (suntiakan) paa interval waktu yang tetap untuk menjamin kesehatan dan mencegah penularan penyakit. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yangbersedia meninggalkan profesi pelacur, dan yang mau memulai hidup susila. Mengadakan pendekatan kepada pihak keluarga dan masyarakat asal pelacur agar mereka mau menerima kembali mantan wanita tuna susila untuk mengawali hidup barunya. Mencarikan pasangan hidup yang permanen (suami) bagi para wanita tuna susila untuk membawa mereka ke jalan yang benar, dan Mengikutsertakan para wanita WTS untuk berpratisipasi dalam rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan kesempatan bagi kaum wanita.
Kesimpulan
            Tangerang yang merupakan daerah penyangga Ibukota sekaliagus daerah Industri menyedot masyarakat luar kota untuk datang. Banyak dari pekerja dari luar kota cenderung membuka usaha yang negatif seperti usaha lokalisasi terselubung dan terang-terangan.
            Munculnya praktik prostiusi tidak lepas akarena berbagai factor yang lmelatarelkangi dan jugamotfi dari para pnejjaja seks tersebut. Pengaruh dari keluarga lingkungan, samapai kondsisi ekonomi ditengarai menjadi alasan banyak pihak melakuakan bisnis haram ini. Selain itu juga karena adanya hasrat dan perilaku seks yang menyimpang turut memberi andil bagi indivisu untuk mencari penjaja seks.
            Padahal jika kita lihat lagi lebih banyak kerugian yang akan ditimbulkan, mualai dari penyakit-penyakit kelamin yang akan menyebar lewat medium PSK atau WTS. Juga menurunnya ahlak manuisa terlebih jika memandang dalam persoalan agama seseoang.
            Sudah banyak usah dari pemrintah dalam pemenghentikan arus perkembangan industry seks ini temasuk dengan mebubarkan praktik seks seperti yang dilakuakan pada lokalisasi dolly. Namun memang insutri ini tak kan mati selama penjaja dan dan pelangga sadar bahwa paa yang mereka lakukan salah dan patut unutk dimusnahkan.


                                                                     Sumber