Berdasarkan penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) 2012, Indonesia ada di peringkat 60 dengan skor 396 dari total 65 peserta negara untuk kategori membaca. Sementara skor rata-rata internasional yang ditetapkan PISA adalah 500 ( www.sindonews.com ).
Peringkat ke-lima dari belakang, sebagai orang Indonesia saya mengamini hasil penelitian tersebut dan merasa memang tingkat budaya literasi bangsa kita masih lemah. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura saja pasti masih kalah jauh. Apalagi jika dibandingkan dengan Finlandia, Jerman, atau Australia sekalipun. Rendahnya budaya literasi di Indonesia berkaitan dengan minat baca dan kemampuan dalam menulis. Meskipun dari tahun ketahun angka buta huruf sudah semakin kecil, namun kebiasaan untuk membca dan menulis belum menjadi sebuah kegandrungan.
Saya menyadari sendiri, bahwa saya hanya rajin membaca namun mandek dalam menulis. Permasalahan yang mendera saya pada saat itu adalah kurangnya motivasi dan wahana untuk mengembangkan diri dalam menulis. Berbeda ketika saya menginjak dunia kampus, dimana budaya literasi tumbuh sedikit demi sedikit karena faktor lingkungan yang memaksa kita untuk melakukan hal tersebut. Hasilnya adalah saya sudah rajin menulis baik itu prosa, opini, resensi, ataupun karya tulis ilmiah. Jadi, proses pemaksaan diri untuk membaca dan menulis ini didorong pula oleh lingkungan.
Sementara itu, dalam budaya masyarakat kita terutama di daerah, kebiasaan untuk membaca dan menulis sangat rendah. Hal ini di latar belakangi karena lingkungan yang tidak mendukung untuk melakukan hal tersebut. Dimana ada hal lain yang lebih dipilih ketimbang harus berurusan dengan pena dan kertas. Contohnya di tempat yang menjadi latar belakang dibukanya TBM Panggung Inspirasi, Desa Cangkudu Kec.Balaraja. Meskipun daerah nya merupakan areal industri yang secara ekonomis memiliki dampak besar dalam pembangunan perekonomian wilayah setempat ternyata tidak serta mertas menjadi pilar pendukung kemajuan dalam pendidikan utamanya peningkatan budaya baca tulis.
Program perpustakaan keliling yang mulai diterapkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah juga tidak mampu untuk mendorong minat baca tulis masyarakat. Kepedulian pemerintah sebetulnya sudah lama termanifestasi dalam beberapa kebijakan tepat guna. Namun sayangnya infrastruktur dan suprastruktur belum memadai sehingga kebijikan yang digulirkan bak gayung tidak bersambut.
Sudah banyak kiranya Taman Baca Masyrakat yang dibangun dengan impian dan cita-cita meningkatkan kemapanan masyarakat dengan merangsang minat baca masyarakat. Sayangnya masyarakat kita khususnya masyarakat Balaraja cenderung masih berorientasi pada ekonomi praktis bukan ekonomi pembangunan yang dasarnya harus jelas dan matang.
Namunm sebuah upaya inisiasi dalam membentuk karakter generasi muda dan pengaktualisasian budaya membaca harus selalu dibangkitkan walaupun dampaknya belum signifikan, Bayangkan jika di sebuah kelurahan atau desa terdapat 10 perpustakaan atau taman baca, setidaknya 10 persen dari masyarakat akan mendatangi tempat tersebut. Meskipun tidak semua kalangan akan datang namun anak-anak hingga remaja yang banyak memiliki waktu luang pasti akan berbondong-bondong untuk datang, apalagi ada kegiatan secara berkala yang dilakukan untuk menarik minat baca masyarakat.
Hal inilah yang mendorong didirikannya Taman Baca Panggung Inspirasi. Dimana pondasinya berada pada keyakinan bahwa masyarakat harus memiliki wahana untuk membaca, tempat yang layak untuk belajar, dan juga buku untuk menutrisi isi kepala.
"Siapapun yang terhibur dengan buku-buku, kebahagiaan tak akan sirna dari dirinya.”
1 komentar:
Daebak Pak�� perlu strategi untuk mengajak masyarakat khususnya anak2 untuk membaca. Nanti abis baca ajakin main miniminitia (pasti ga tau kan itu apa) hihi
Posting Komentar