Sebuah eskalasi gerakan kontra kolonialisme bukan hanya
terjadi dalam dimensi politik. Namun malah banyak terjadi di ranah
social kemasyarakatan. Dalam tipologi sartono kartodirjo yang meliupti
Millenarianisme, Mesianisme, Nativisme, dan Gerakan Perang Suci, jurnal ini
masuk kedalam Millenarianisme dan Messianisme. Millenarianisme sendiri adalah
suatu paham perubahan yang berlandaskan pada keadaan yang tidak sesuai dengan
kehendak sehingga memunculkan gagasan untuk menuju perubahan yang lebih baik.
Sedangakan Mesianisme adalah paham menganai kedatangan Ratu Adil yang
digadang-gadang akan muncul guna membawa kebenaran, kesejahteraan, dan
mengahapus pinindasan.
Menurut
Neil J Smelser dalam teori collective behavior setiap gerakan memiliki factor
pencetus ( Precipitating Factor )
pasti memiliki aktor pendorong dalam suatu gerakan social. Baik itu kaum elite
atau bisa muncul dari kalangan biasa.
Dalam
Jurnal ini muncul nama albert Dietz atau Goesti
Muhammad yang merupakan anak tunggal
dari Ratu Kedaton Permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono ke – V. Walaupun
ia adalah seorang keturunan raja namun kehidupannya sangatlah sulit. Sampai
pada suatu saat Albert dan Ibundanya harus terusir dari Keraton dan dibundang
ke Menado. Pengusiran yang terjadi akibat dari persoalan politik internal keluarga
yang dikhawatirkan akan memecah belah keraton.
Di
tempat pengasingannyad I Menado ia diangkat anak oleh seorang perwira kesehatan
bernama Mayor Dietz. Albert tumbuh menjadi pribadi yang pintar, ia disekolahkan
sampai ELS ( Europeesch Lagere School ). ELS yang kita ketahui adalah sekolah
yang diperuntukan untuk anak-anak eropa dan timur jauh yang dirasa layak untuk masuk yang biasanya diperuntukan untuk
kalangan elit saja.
Albert
yang sadar akan haknya yang terampas oleh politik yang ada di keratin kemudian
bertekad untuk mengambil kembali haknya. Kemudian ia datang ke Dukuh Kenangan
Desa Bergaskidul, Onderdistrik Lemahbang, Distrik Ungaran, Afdeeling Salatiga.
Ia oleh masyarakat setempat dikenal sebgai dukun sakti dan juga dianggap
sebagai eru tjokro atau ratu adil.
Diamana ia mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan mempeunyai
pengetahuan tentang ilmu-ilmu kebatinan yang ia pelajari dari ibunya.
Tersohornya
Albert di Semarang ini membuat masyarakat banyak yang datang tidak sekedar
untuk berobat namun sebagai murid untuk belajar ilmu-ilmu mistis dan kebatinan.
Murid-murid albert kebanyakan adalah elit-elit pribumi dan juga para petani
rendah. Dari murid-muridnya Albert memiliki pengikut yang banyak. Murid-murid
Albert memilikki kepercayaan terhadap aji-ajian dan jimat yang diberikan oleh
Albert. Hal ini mulai mengusik pemerintahan colonial di Semarang.
Pemerintah
Kolonial menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Albert ada sesat dan juga
berbahaya. Kemudian terbit larangan untuk albert dan para pengikutnya untuk
melakukan gerakan.
Dalam
hal ini yang patutu diperhatikan dalah pola gerakan dari albert Dietz yang
merupakan gerakan social non fisik yang fokus kepada mentalitas dan spiritual.
Pendidikan barat yang diperolehnya tidak menggugurkan konsep non rasional dalam
memandang konsep spiritual. Albert kemudian memanfaatkan keluguan masayrakat
yang masih percaya terhadap ramalan-ramalan serta ilmu kebatinan. Disisi lain
keadan pada masa itu juga memaksa masyarakat terutma golongan petani rendahan yang
hidup dalam kesengsaraan percaya terhadap akan ratu adil dalam diri Albert.
Terlepas dari itu albert juga melegitimasi dirinya sebagai putra mahkota yang
merupakan reinkarnasi dari pangeran suryangalaga.
Albert
memanfaatkan semua hal yang diketahuinya untuk mempolarisasi kekuatan agar dirinya dianggap sebagai raja bagi
orang-orang jawa.
Sumber
Pustaka: Jurnal : Ana Nurhasanah, S.Pd., M.Pd. Tanpa Tahun. Gerakan Mesianistik
Albert Dietz Di Semarang Tahun 1918.
0 komentar:
Posting Komentar