Setiap tanggal 1 Juni,
rakyat Indonesia selalu memperingati hari lahirnya Pancasila. Banyak harapan
dan juga angan tentang bagaimana Pancasila di masa yang akan datang. Jika kita
melihat secara historis Pancasila sebagai dasar Negara dengan susah payah
lahir. Perdebatan dan saling hujan komentar dalam Sidang BPUPKI Mei - Juli 1945
setidaknya menunjukan bahwa untuk melahirkan dasar negara perlu waktu yang
lama.
Pancasila yang secara
harfiah berasal dari kata Panca dan Sila, Panca
berarti lima sedangkan Sila berarti
dasar. Hal tersebut dikemukakan oleh Ir.Soekarno pada Sidang BPUPKI tanggal 1
Juni 1945. Proses penggodokan yang diceritakan dalam risalah sidang BPUKI yang
diterbitkan oleh Sekretariat Negara RI tahun 1998 menggambarkan bagaimana proses panjang
perumusan dasar Negara. Pertentangan antara kelompok mayoritas dan minoritas
terjadi manakala melihat usulan Ki Bagus Hadikusumo yang menyuarakan dasar
Negara berdasarkan hukum Islam dengan apa yang dikemukakan oleh Mr.Muh Yamin,
Dr. Soepomo, maupun Ir. Soekarno sendiri.
Untunglah kelompok
Islam bisa legowo dan sepakat dengan
kelima butir Pancasila yang ada sekarang. Bagaimana caranya menaklukan hati dan
pikiran orang-orang agar sepakat dan bisa menerima Pancasila. Soekarno dalam
pidatonya mengatakan “Jikalau kita memang rakyat Islam marilah kita bekerja
sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar daripada kursi-kursi Badan
Perwakilan Rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam (
Risalah: 98 ). Hal tersebut juga
Soekarno katakan didepan kelompok Kristen dengan terlebih dahulu mengganti kata
Islam menjadi Kristen.
Sebagai agama dengan penduduk mayoritas, dewasa ini mayoritas
perwakilan-perwakilan rakyat yang duduk
di kursi Dewan Perwakilan Rakyat adalah orang-orang Islam. Namun,
sayang sikap-sikap dari mereka tidak seperti para founding fathers. Musyawarah dan mufakat saya lihat hanya menjadi
sebuah label. Selebihnya, semuanya sudah diatur sedemikian rupa sehingga
masing-masing fraksi keanggotaan dapat distir suaranya.
Kita hilangkan sejenak
wacana tentang DPR kita yang sangat baik, mari masuk ke kondisi sosial dan
budaya masyarakat. Pengalaman empiris saya melihat kondisi masyarakat disekitar
tempat tinggal hanyalah contoh dari kondisi masyarakat kita. Saya tinggal di
sebuah desa di Kecamatan Sukamulya, Kab. Tangerang, Provinsi Banten. Selama 20
tahun yang melihat dunia ini, dalam beberapa aspek kehidupan masyrakat banyak
sekali berubah. Saya melakukan pengamatan dan mendapati adanya Perubahan Sosial
di masyrakat.
Perubahan sosial
menurut Willber Moore adalah sebagai perubahan struktur sosial, pola perilaku
dan interakasi sosial. Sedangkan Menurut Mac Iver, perubahan sosial merupakan
perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan).
Sementara itu menurut Selo Soemardjan Rumusannya adalah “segala perubahan-
perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat”
Jika dilihat berdasar karakteristiknya,
perubahan sosial yang terjadi di lingkungan tempat saya tinggal tergolong
kedalam Perubahan Hubungan Sosial dan Lahirnya Variasi-variasi yang
dipengauruhi faktor geografis, ekologis, ekonomis, maupun yang berhubungan
dengan yuridis dan lembaga eksekutif. Perubahan yang terjadi begitu cepat
sehingga meninggalkan cara dan pandangan hidup tradisional. Hal ini juga
dipengaruhi oleh urbanisasi dan industrialisasi besar-besaran.
Perubahan yang terjadi
meluruhkan nilai-nilai Pancasila yang dulu pernah ada. Kegiatan gotong royong
mulai berkurang, praktis hal tersebut membuat sekat diantara masyarakat.
Sementara itu cepatnya laju perekonomian membuat taraf hidup masyarakat naik
tajam. Dari tahun 2012 hingga 2017 saya mengamati disekitar bahwa jumlah
kepemilikian kendaraan bermotor bertambah dan hipotesa saya berdasar pengamatan
tersebut setiap rumah setidaknya memiliki motor. Jika
dibandingkan dengan periode tahun 2004 sampai 2010 saya kira masih belum banyak
orang yang memiliki kendaraan bermotor.
Kembali lagi pada
persoalan lurunya nilai-nilai Pancasila dalam keseharian. Dapat dikatakan bahwa
perubahan sosial yang terjadi berdampak negatif bagi kehidupan sosial
masayrakat. Terlebih dengan sikap acuh
tak acuh terhadap kondisi sekeliling menambah sulitnya nilai-nilai pancasila
untuk diterapkan kembali. Sudah saat nya kita sadar sebagai bangsa Indonesia
yang berasaskan Pancasila dan percaya pada dasar Negara kita untuk merubah pola
yang sudah terjadi dan mulai menerapkan nilai-nilai yang telah pudar.
Sumber :
__________1998. Risalah
Sidang BPUPKI. Sekretariat Negara RI
Zuhdi, Susanto. 2014.
Nasionalisme, Laut, dan Sejarah. Jakarta : Komunitas Bambu
0 komentar:
Posting Komentar