Illustrasi Skuad Juara Juventus |
Pekan lalu menjadi momentum yang indah bagi fans Si Nyonya Tua. Kemenangan tipis atas Fiorentina di Allianz Stadium mengantarkan Juve merengkuh scudetto mereka untuk ke delapan kalinya berturut-turut. Pesta pun sedemikian ramainya, orang-orang di kota Turin serentak merayakan gelar liga ke-35 mereka dengan berkumpul bersama di café, square, dan pub-pub dengan terus bernyanyi dan mengusung panji-panji La Vecchia Signora di sekitar kota.
Para pemain, staf pelatih, hingga fans merayakan raihan mereka selama
semusim. Tidak terkecuali sang mega bintang Cristiano Ronaldo yang sibuk
melakukan selebrasi pertamanya sebagai
jawara di Serie A. Gelar ini merupakan gelar ke enam dari tiga liga berbeda
selama karif profesionalnya (baca artikel : cristiano ronaldo serie a impact assessed as juventus near eighth straight title).
Delapan musim beruntun Juventus dengan mudah merengkuh scudetto, tidak
banyak tim di Eropa yang sanggup konsisten untuk terus berprestasi di kompetisi
domestik. Di tengah jadwal kompetisi domestik yang padat di tambah jadwal
kompetisi di eropa Juventus sekali lagi membuktikan tajinya bahwa tahta serie A
merupakan milik mereka.
Namun, seperkasa itukah Juventus di Italia ?
Juventus memang sudah berkuasa di Serie A selama 8 tahun berturut-turut. Setiap musimnya
perolehan poin Juventus selalu di atas 80 poin dengan total poin hingga musim
kedelapan adalah 724 poin. Jika dirata-ratakan permusim Juventus selalu
mendapat 90.5 poin yang artinya dari 38 laga setiap musimnya Juventus selalu
memenangi 20- 30 laga.
Catatan statistik mentereng Juventus di kompetisi domestik menempatkan
Si Nyonya tua sebagai tim yang selalu di atas angin pada setiap gelaran Serie
A. Sejak awal musim orang-orang sudah mengira Juventus akan menjadi juara.
Dengan berbekal skuad mentereng berisi bintang-bintang top dunia sudah menjadi
jaminan gelar juara akan tetap bertahan di Turin.
Belum lagi tim rival yang tidak konsisten dengan berbagai macam masalah
pada manajemen dan persoalan internal membuat semakin digdayanya Juve.
Tapi apakah se-untochable kah Juventus ?
Meskipun Juventus di pandang sebagai salah satu tim sepakbola tersukses
di dunia tidak serta merta menjadi tim yang tidak terkalahkan. Di musim ini
dari lima laga terakhirnya Si nyonya tua hanya bisa meraup dua kemenangan,
itupun dengan hasil skor yang tipis. Bahkan dalam pertandingan perempat final
Liga Champion melawan Ajax Amsterdam, Juventus tidak mampu berbuat banyak.
Padahal komposisi skuad yang dimainkan dalam dua leg tidak bisa dianggap buruk (baca artikel : juventus have been in danger of collapse all season long against ajax it happened).
Dari banyak analisa yang utarakan oleh pandit-pandit sepakbola sejak
awal paruh musim, permainan Juventus satu musim ini terlalu Ronaldo sentris. Sementara
peran dari pemain lain seperti Mario madzukic dan Paulo Dybala terasa
biasa-biasa saja. Bahkan selama satu musim ini torehan gol Dybala jauh berkurang dari musim sebelumnya
yang mampu melesakkan 36 gol dari 46 laga di semua ajang, sedang musim ini
hanya mampu mencetak 10 gol dari 39 pertandingan (baca artikel : beberapa pemain juventus menderita dengan adanya ronaldo).
Sementara itu secara komposisi tim,
Allegri selalu memasang formasi 4-2-3-1, 4-3-3, atau 3-5-2 dimana
Ronaldo selalu di plot menjadi juru gedor utama tim. Sementara itu di belakangnya
ada Mandzukic serta Douglas Costa, Dybala, dan Bernardeschi yang di plot
sebagai penyerang sayap/lubang sekaligus penyuplai bola.
Baik bermain dengan tiga bek sejajar ataupun dengan full back,
secara konseptual tujuan akhir bola adalah Ronaldo. Hal ini tidak terjadi pada
musim-musim sebelumnya, dimana Juventus lebih mengandalkan kekuatan sayap dan
lini kedua untuk mengobrak abrik pertahanan lawannya. Tak ayal dari segi
permainan yang terpusat ini membuat tim yang bermain high pressing seperti
Ajax mampu untuk menekan habis Juventus.
Harusnya semua tim di Serie A sadar bahwa kelemahan ini bisa mereka
manfaatkan menjadi kunci permainan mereka melawan Juventus. Namun, sayangnya
tidak banyak tim yang mau bermain dengan high press melawan Juventus.
Hanya beberapa tim yang mampu meladeni Juventus secara ketat.
Dalam. 8 tahun terakhir hanya Napoli penantang yang secara konsisten
mampu memberi perlawanan sengit bagi Juventus. Meskipun hanya di paruh pertama
musim, setidaknya itu dapat memberi ancaman bagi I Bianconneri.
Lalu kemanakah tim yang lainnya ?
As Roma, sebetulnya memiliki kans bear untuk menjadi penantang Juve.
Namun, inkonsistensi dan sering berubahnya skema permainan karena hilir
mudiknya pelatih dan pemain membuat Serigala Ibu Kota hanya bisa menyentuh
peringkat tiga atau empat. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan dengan duo
Milan, Lazio, dan Fiorentina.
Kita tahu bahwa selama seria A bergulir penantang berat Juve adalah duo
Milan, yaitu AC dan Inter Milan. Pada
era awal millennium sampai kasus calciopolli yang menyeret Juventus ke
jurang degradasi membuat persaingan lebih terbuka. Perburuan Scudetto praktis
menjadi lebih mudah untuk duo milan.
Namun, sejak Juventus kembali dan mulai goyahnya sumber keuangan, duo
Milan terus terseok-seok di bawah dominasi Juventus dan Roma. Napoli yang mulai
bangkit dengan permainan ala gegenpressing nya mampu merangsek ke papan
atas. Meninggalakan duo Milan di papan tengah.
Dua musim terkahir duo Milan berbenah dengan dana yang besar dari
investor. Namun, hasilnya masih belum bisa untuk meruntuhkan dominasi Juve. AC
milan yang selama 5 tahun terakhir di arsiteki oleh mantan pemainnya gagal
memanfaatkan komposisi skuad yang mentereng (baca artikel : bukti ac milan sebenarnya tak jauh lebih baik daripada musim lalu). Begitu juga Inter
Milan yang hanya mampu bersaing memperebutkan peringkat tiga dan empat.
Padahal jika kita mau membandingkan dengan musim 2010-2011, Juventus
yang baru promosi pada dua musim sebelumnya berada jauh di bawah Inter, AC
Milan, Roma, Napoli, bahkan Udinese yang kala itu diperkuat oleh Alexis Sanchez.
Banyak orang yang mengatakan kondisi Serie A sekarang sangat buruk,
terlepas dari skandal calciopolli pada 2004-2006 (baca artikel : Calciopoli skandal yang menggegerkan jagat sepak bola italia). Serie A dalam satu
dasawarsa terakhir hanya berada di peringkat ketiga di bawah Liga Inggris dan
Spanyol. Bahkan pada 2006-2009 koefisiennya sempat di bawah Liga Portugal.
Dua pekan kemarin membuktikan bahwa tim-tim Serie A level permainannya
masih kalah dari tim-tim dari Inggris dan Spanyol bahkan Belanda. Banyak
pengamat melihat bahwa bukannya tim Italia itu lemah atau tidak lebih kuat dari
Tim lain di Eropa. Namun, kompetisi yang sehat dan ketat merupakan iklim yang
membentuk mereka bisa melangkah lebih baik. Sayangnya selama 8 tahun terakhir,
Serie A hanya sebatas liga inagurasi Juventus. Dan jika dilihat dari statistik capaian
paling tinggi hanya dapat di wakili Juve pada kompetisi 2011 dan 2014.
Apakah kondisi ini akan terus berlangsung ? Serie A Quo Vadis ?