Senin, 21 November 2016

Marginalisasi Petani pada Masa Kolonial

Indonesia memiliki potensi besar dalam bidang agraria.

Sudah sejak masa Hindu-Budha telah terjadi perdagangan tanaman komoditas, seperti kopi, cengkeh, teh, dll. Selain itu Indonesia pun terkenal sebagai pusat rempah-rempah. Indonesia menjadi tujuan utama orang-orang diseluruh dunia untuk mencari rempah-rempah. Rempah-rempah ini dipakai sebagai campuran kosmetik, bahan bumbu makanan, penghangat tubuh, dan juga obat. Kedatangan bangsa Eropa pada abad ke – 16 berdampak pada perubahan kondisi Ekonomi, politik, dan sosial. Portugis, Spanyol, dan Belanda bersaing menguasai pasar, sampai akhirnya orang-orang Belanda lah yang memenangi persaingan. VOC ( Verenigde Oost Indische Compagnie ) merupakan suatu kongsi dagang besar milik orang-orang Belanda yang memiliki semangat mencari kekayaan sebanyak-banyaknya. Untuk mencapai tujuan mereka, berbagai macam cara dilakukan baik dengan lembut sampai dengan paksaan. Selama setengah abad VOC menyedot harta kekayaan tanah penduduk pribumi.

Sebelum akhirnya VOC kolapse pada akhir abad ke – 18 akibat besar nya hutang salah satu faktornya adalah banyak praktik KKN ( Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme ) yang menghancurkan VOC dari dalam. Pada awal abad ke – 19 Pemerintah Negeri Belanda langsung mengelola tanah bekas VOC yang diserahkan kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pemerintah yang baru ini membuat banyak kebijakan, demi menyelamatkan perekonomian di tanah koloni. Peraturan Culturr stelsel ( tanaman budidaya ) atau acap kali disebut sebagai tanam paksa membuat petani menderita. Bukan saja karena tanah mereka dibeli paksa dengan harga rendah, mereka juga dituntut untuk mengolah lahan yang akan ditanami tanaman budidaya dan tanaman perkebunan. Petani sawah yang tidak terbiasa menglami kebingungan ketika mengolah lahan sehingga membuat hasil panen tidak sesuai harapan.

 Tembakau, kopi, kapas, gula dan teh memiliki harga tersendiri di pasar dunia. Hal ini mempengaruhi banyaknya perkebunan dari tanam tersebut. Terutama tembakau, harga tembau adalah yang tertinggi diantara komoditas tanaman budidaya lain. Karena itu petani-petani baik di jawa maupun sumatera banyak diperkerjakan menjadi petani tembakau atau buruh di perkebunaan tembakau. Peran petani tembakau yang signifikan dalam proses produksi membuat hasil produksi tembakau dari Hindia Belanda memiliki nama di pasar dunia. Hal ini pun berdampak pada permintaan barang yang tinggi sehingga membuat produksi pun digenjot hingga mampu memenuhi target produksi. Banyak petani yang dipekerjakan oleh pemerintah kolonial membuat tanah sedikitnya petani yang mengelola persawahan. Kebijakan cultuur stelsel akhirnya membuat penderitaan bagi petani. Akibat dari minimnya produksi komoditas persawahan seperti padi membuat rakyat kelaparan. Bahkan petani yang memproduksi padi tak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan nya sendiri. Belum lagi untuk mendapat hasil produksi yang baik petani ditekan terus menerus hingga banyak yang tidak sanggup bahkan tidak sedikit petani yang mengalami penyiksaan.

Demi hasil produksi yang baik dan berharga tinggi di pasar dunia pemerintah kolonial membuat jam kerja yang tak manusiawi dengan upah yang rendah. Kebijakan tersebut membuat untuk yang tinggi bagi peemrintah kolonial, namun membawa kemiskinan bagi petani. Petani yang mengelola sendiri tanaman budidaya pada akhirnya direkrut menjadi buruh perkebunan karena pemerintah menganggap hasil budidaya mereke cenderung lebih buruk dari pada hasil perkebunan yang dikelola perusahaan. Pengaruh Transisi dari petani menjadi buruh ini melahirkan industrialisasi pada abad ke – 19 yang ditandai dengan munculnya pabrik-pabrik teh di priangan.

Munculnya kaum buruh ini berdampak pada tingginya angka pekerja di perusahaan-perusahaan Hindia Belanda. Petani yang tidak memiliki lahan dan tidak berniat menjadi buruh memilih untuk pindah ke kota untuk mengadu nasib. Kota-kota besar di Sumatera seperti Medan, Kuta Raja, Palembang mulai banyak didatangi oleh petani desa. Sementara itu di kota-kota besar Jawa banayk dari mereka sudah memenuhi sudut-sudut pekerjaan rendah. Pekerjaan seperti babu, buruh pelabuhan, atau buruh pabik adalah pekerjaan yang banyak dilakukan oleh petani-petani yang pindah dari desa ke kota ( Urbanisasi ). Dalam beberapa hal di daerah, kesewenang-wenangan pemerintah kolonial terhadap para petani mengkaibatkan elit-elit tradisioanl yang berempati bahkan banyak yang menginisasi perlawanan. Seperti pangerang Diponegoro, Imam Bonjol, dan Ulama-ulama di Banten. Kesengsaraan petani menjadi latar belakang perlawana fisisk yang tentu saja memiliki dampak berkepanjangan dan merugikan pemerintaha kolonial .

Referensi : Boomgard, Peter.1989.Anak Jajahan Belanda : Sejarah Sosial dan Ekonomi Jawa 1795-1886. Jakarta: PT. Djambatan,

Minggu, 02 Oktober 2016

Aku dan hari ini yang apalah-apalah

Bangun pagi-pagi udara dingin masih belum mengizinkan mata untuk terbuka. Namun apa daya karana hari ini ada acara langsung ku paksa saja seluruh anggota tubuh bergerak. Langsung menuju ke kamar mandi kemudian sembahyang dan siap-siap. Ternyata jam sudah menunjukan pukul 5.47 WIB. Alamak, telat lah aku hari ini. Langsung ku pakai sepatu dan bergegas menuju kampus.

Setelah sampai kompleks UKM Timur, syukur lah acara belum dimulai. Namun peningnya kepala ketika aku lupa membawa pakaian PDL dan baret. Alamak jang, lagi-lagi ketinggalan info lah aku. harus kembali lagi lah ke kostan. Namun rekan-rekanku menyarankan untuk meminjam yang ada di Posko dan aku putuskan untuk cari yang pas dan layak dipakai. 

Setelah lama ku cari tak nampak seragam yang bisa aku gunakan. Tak habis akal ku aku pinjam lah ke staf operasi, ada lah satu yang dapat ku pakai. Namun tak mecing lah antara celana, kulit, dan baju. Yah kata orang sini mah bae lah yang penting mah ada. Lantas langsung ku susul rekan-rekanku. 

Ouh iya, sebelumnya lama tak berjumpa ya kawan. Iya sudah lama sejak terakhir kali posting di blog sederhana nan mungil ini. Sedikit informasi lah sejak februari lalu saya belum sempat aktif menulis lagi karena kegiatan organisasi dan akedemik yang kadang mengganjal.

Lanjut lah cerita hari ini hehe...
Hari ini saya bertugas sebagai personil dokimentasi rangkaian kegiatan penerimaan calon resimen mahasiswa Batalyon II Unpad. Nah mumpung suasana masih maba-maba an kan lumayan yah sebagai jalan untuk aji mumpung. Ngerta rak aji mumung ? rak ? cari lah di kamus kawan wkwkwk.
Ya sebenarnya tidak usah aji mumpung juga sudah ada fans base se Unpad wkwkw. Jangan anggap serius yak, jgn mau dikibulin.

Yah hari ini cukup lelah juga dengan kegiatan tadi, namun ya memang karena adanya kegiatan saya bisa lebih ada kerjaan kan ya. Dari pada di kostan tiduran, main game, chatingan, kadang-kadang buka situs....... ah sudahlah. Mending kita isi akhir pekan dengan kegiatan di luar ruangan.

Ya walaupun beberapa dari fraksi hati tidak mentolerir keputusan mayorutas suara. Tapi saya yakin nanti yang menolak akan merasa salah dan berbalik mendukung. Lah ngomong apa sih nak, hahah ah suadhkah yah, lanjut besok lagi. Sudah ngantuk lah mata ini .
Ciaw, salam anbu .


Senin, 06 Juni 2016

Surat yang Belum dibalas

15 – Januari – 2016
Hari ini adalah hari pertama kamu pradiksar Resimen Mahasiswa. Dengan segala tekad yang awalnya yakin, siap, semangat, dan menjalani semua dengan ikhlas tiba-tiba hal itu menjadi kebalikannya. Wajar saja, karena pikirmu masih terbaluti dengan kenangan liburan tempo hari. Tak ubahnya kamu tetap saja kelihatan seperti tak ada apa-apa.
Kepekaanku terhadap perasaanmu yang kini sudah terlatih bahwa perasaanku mengatakan dirimu hanya perlu diyakinkan dan tetap disemangati. Tanpa basa-basi ku langsung telvon dirimu. Menanyakan ada apakah sebenarnya sampai hal ini dapat terjadi?
Untuk 3 minggu ke depan, aku tak masalah jika tak berkomunikasi denganmu. Karena aku mengerti posisimu dan aku menghargai kegiatanmu. Jarak ini hanya menghalangi penglihatan kita untuk bertemu. Tetapi jarak ini bukan menjadi penghalang untuk sebuah komitmen dan keyakinan. Hubungan ini bukanlah sebuah hubungan pada masa putih abu-abu lagi, namun ini adalah sebuah hubungan yang sama-sama kita ketahui bahwa cara berfikir kita menunjukkan kita telah dewasa. Walau kita jauh, In shaa Allah selalu didekatkan dengan doa-doaku untukmu. Begitupun sebaliknya.

Semangat untuk diksarnya.. Semangat yang kuat untuk kamu, si bapak camen yang botak seksi hehehe. Ingat awal pilihanmu untuk mengikuti kegiatan ini, jangan kecewakan dirimu sendiri. Aku yakin kamu pasti bisa, itu kan yang sering kamu bilang ke aku. Sekarang giliran aku yang bilang itu ke kamu hehe. Setelah pulang dari diksar nanti, janji langsung kabarin aku yaaaa Pak Menwa... Jangan pernah merasa kamu sendirian, cause Allah always with you..

Rabu, 30 Maret 2016

Bis, Cinta, dan Harapan

Bis, Cinta, dan Harapan
Anbu
Selesai subuh bergegas aku basahi diri dengan air . Dingin menusuk sampai ketulang belulangku. Kuteruskan langkahku duduk bersama nasi goreng dan juga segelas susu putih manis. Dalam rencanaku hari ini aku ingin melepas rindu dengan laboratorium tempatku mencari ilmu dan pengetahuan baru.
Selepas ku habiskan tetes terakhir segelas susu itu, aku bergegas bersiap untuk menuju tempat nanti aku menunggu Bis. Sebelumnya laboratoriumku itu terletak di Ibu Kota Provinsi yang jarak tempuhnya 40 menit dari tempat tinggalku.
Aku berangkat pukul 7 pagi, ku bawa bekal air mineral dan juga dua buah roti untuk menemani aku membaca di sana. Ketika aku menunggu bis,aku selalu tertarik dengan banyaknya aktivitas di sekitarku yang selalu ramai baik siang bahkan sampai malam hari.
Akhirnya Bis yang aku tunggu tiba. Aku duduk di kursi paling depan, dekat dengan jendela. Tempat duduk ini selalu aku sukai baik ketika setiap kali aku menaiki bis. Aku bisa melihat kedepan dan kesamping dengan jelas. Walaupun demikian temanku sering mengatakan bahwa tempat itu layaknya kursi rollercoaster, cuman bedanya tidak ada sabuk keselamatan saja.
Satu jam bis mengisi penumpang, kemudian berlalu menuju tujuanku. Diperjalanan aku bisa menikmati keindahan persawahan yang masih banyak sebelum nanti mungkin pemandangan ini akan terusik pengembang perumahan ataupun penggiat industri. Namun yang aku karuniai adalah sosok wanita tepat disampingku yang entah aku tidak tahu apa perasaan dia duduk disamping aku seorang pemimpi yang memiliki impian sederhana bisa terbang saja.
Ketika aku memandangnya dengan senyuman, dibalas dengan senyum yang tulus dan ikhlas terlihat dari rona matanya. Sayup dan kantung matanya aku pikir mencerminkan kekuatan dan kegigihan dia. Aku berkenalan dengan dia, dia seorang mahasiswi di sekitar tempat tujuanku.
Jaket cokelatnya menandakan itu. Aku berbincang banyak dari mulai asal, pekerjaan, hingga kisah yang aku balut dengan jenaka shingga membuat kami terbawa gelak tawa. Aku rasa, aku jatuh cinta. Kepada dia gadis dalam bis. Setidaknya walau bukan yang pertama mungkin saja dia akan jadi yang terakhir dan bersedia paling lama untuk menemani hidupku hingga sisa usia.
Biarlah harapan menjadi sebuha impian yang aku tak tau akan terwujud atau tidaknya. Aku hanya gantungkan sisa keadaan nantikepada usahaku dalam menapaki hidup dan mensyukuri karunia dan rhamat tuhanku. Selebihnya aku serahkan persetujuan kepada-Nnya.
Karena aku tahu cinta yang datang dan bersemi dan bis ini hanyalah fatamorgana saja. Tak lebih bagus dari cinta pasti ketika sudah berumah tangga. Namun aku sendiri sadar betapa jika kemauan kita kuat maka semuanya bisa mnejadi nyata. Kun Fa Ya Kun ketika tuhan mengatakan jadi makan jadilah.
Namun harapan dan keinginan sering kali membuat perbedaan dalam jalan yang nanti kita akan temui. Aku dan dia hanya sebatas teman saja. Jika nanti tuhan merestui aku dan dia jadi teman hidup selamanya. Hingga anak dan cucu membiakkan anak dan cucu lagi. Hingga hidup dalam kegamangan nyawa terakhir. Dalam dekapan diri dan kisah asmara diantara aku dan dia. Menjadi torehan manis bagi kami berdua.